Pemikiran Kontemporer GKJW Dan Alternative Earth



Pemikiran Kontemporer GKJW Dan Alternative Earth

Ada antusiasme saya mengikuti peringatan ulang tahun Balewiyata ke 95 melalui seminar daring yang mengkaji pemikiran kontemporer dari para tokoh Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW). Kebetulan para tokoh tadi adalah para rohaniawan yang pernah berperan bagi gereja di Jawa Timur ini, seperti Pdt. Tasdik, Pdt. Ardi Sujatno dan Pdt Dr. Wismoady Wahono. Semuanya sudah meninggal, jadi pembahasan tentang para tokoh ini sebenarnya semacam retrospeksi dari sudut pandang penerusnya.

Uniknya, retrospeksi ini seluruhnya dibahas oleh para pendeta juga. Tidak ada pembicara dengan disiplin ilmu lain, selain filsafat keillahian, yang membahas pemikiran mereka. Tidak ada sosiolog, psikolog atau ahli humaniora lain yang menjadi pembahas. Tidak apa-apa juga. Barangkali yang bisa menafsirkan pemikiran mereka ya hanya para pendeta.

Bicara soal ketokohan dalam sejarah, saya jadi ingat cerita silat yang dahulu kerap saya ikuti sampai membolos pelajaran. Cerita silat, baik yang ditulis oleh Kho Ping Hoo maupun pengarang lain, termasuk video Betamax silat klasik Tiongkok, seringkali memasukkan unsur sejarah kerap. Bukan hanya terkait suatu peristiwa sejarah namun juga tokoh yang benar-benar ada dalam sejarah. Namun, bagaimana seharusnya kita menyikapi hadirnya tokoh dan peristiwa sejarah dalam semacam cerita silat?

Apa yang dipaparkan dalam cerita silat baik dalam bentuk novel atau video hanya rekaan dan khayalan, maka seharusnya kita membedakan peristiwa atau kejadian sebenarnya sebagaimana yang ditulis dalam sejarah. Artinya, dengan kata lain, apa yang diceritakan dalam novel sejarah atau cerita silat yang terkait dengan sejarah itu seharusnya dianggap terjadi pada “bumi alternatif” atau “semesta alternatif.”

Cerita Legenda Pendekar Rajawali, atau The Legend of the Condor Heroes, yang beredar di Indonesia pada pertengahan tahun 1980-an dengan judul Pendekar Pemanah Rajawali (Sia Tiauw Enghiong), misalnya memaparkan bagaimana tokoh sejarah Genghis Khan berinteraksi dengan Kwee Ceng/Guo Jing. Genghis Khan bahkan menganggap Kwee Ceng sebagai anak angkat. Kwee Ceng juga mengenal beberapa pura Genghis Khan. Salah satu putri Genghis Khan bahkan naksir pada Kwee Ceng.

Namun tentu saja jika Anda membaca biografi Genghis Khan, atau memeriksa catatan sejarah, Anda tidak akan menemukan nama Kwee Ceng. Sebab Kwee Ceng itu memang karakter fiksi yang diciptakan penulisnya, Jin Yong. Sejarah resmi Genghis Khan sama sekali tidak berhubungan dengan seorang lelaki bernama Kwee Ceng. Tapi apakah itu berarti kita bisa menyebut kalau Jin Yong itu sebagai sosok yang buta sejarah, karena berani-beraninya menceritakan tentang interaksi Genghis Khan dengan Kwee Ceng yang tak pernah terjadi? Tentu tidak. Interaksi antara Genghis Khan dan Kwee Ceng itu terjadi pada “bumi alternatif.” Jika bumi tempat kita berada sekarang bisa disebut sebagai “earth-prime” maka kisah trilogi Rajawali itu katakanlah terjadi di “alternative-earth.”

Saya kira, ini prasangka saya saban mengikuti pembahasan biografis mengenai pemikiran tokoh dari masa silam yang terbatas karya tulis, jurnal atau memoir-nya. Kita selalu berangkat membangun personifikasi tokoh ini dari narasi-narasi tentang mendiang. Pemahaman kita tentang historisitas adalah narasi. Acapkali, narasi ini justru “alternative-earth” dari pemikiran kita sendiri yang diproyeksikan pada orang yang telah meninggal tadi.

Kesejarahan GKJW ini memang menarik untuk dibahas. Sejarah masa silam gereja kita yang panjang, mendekati 200 tahun proses masuknya orang Jawa menjadi Srani Jawi adalah realitas. Jadi, membaca pemikiran dan pergumulan orang Jawa menjadi “kristen” sebenarnya kita bicara soal GKJW dalam kerangka “earth-prime.”

Persoalannya adalah, apakah kita mampu melakukan eksegese terhadap pemikiran dan pergumulan orang Jawa di masa silam pada level “earth-prime” ini? Semoga saja, sebab teks yang menjadi corpus pemikiran para tokoh kristiani Jawa ini terbatas dan terserak. Sebagai perbandingan, selama 20 tahun saya mengumpulkan berbagai naskah dan cerita lisan mengenai kesejarahan orang Kristen Jawa, hanyalah menemukan serpih-serpih informasi yang mesti digali dan ditafsirkan secara hati-hati. Perlu kajian yang heuristik.

Kini kita merayakan ulang tahun Balewiyata ke 95 dengan memeriksa kembali pemikiran dari beberapa tokoh kontemporer dalam sejarah GKJW. Sebagian pemikiran mereka dapat kita peroleh dan pelajari dari serpihan teks serta kesaksian dari yang pernah berinteraksi. Namun selalu ada godaan untuk membuat kisah fiksi di seputar ketokohan mereka. Kita ini ibaratnya gampang tergoda membangun semacam “alternative-earth” dengan memakai nama para tokoh historis.

Bagi saya, membangun “alternative earth” dalam keseharian adalah tanda menguapnya pemikiran kritis atas GKJW yang kini didera berbagai persoalan manajerial. Sengkarut ini dan itu, mulai tersendatnya dana persekutuan sampai salah kelola talenta abadi, mulai buku kidung kontroversial sampai soal mark up dana pengurusan imigrasi. Sudah banyak contohnya.

Barangkali, daripada capek memikirkan kesulitan riil organisasi gereja hari ini, kita memilih keluar dari “real earth” kemudian beralih ke “alternative-earth.”

Dalam cerita komik, seorang remaja yang digigit laba-laba bisa mendapat kekuatan laba-laba dan menjadi manusia super. Di dunia nyata, hal seperti itu tak mungkin terjadi. Jadi jika kapan-kapan Anda digigit anjing atau kucing atau kaki seribu, jangan berharap Anda akan mewarisi kekuatan anjing, kucing atau kaki seribu, hehehe.

Ah, mungkin saya saja yang cenderung cerewet. Tapi ya tak apalah, saya sruput saja teh pahit ini. Selamat ulang tahun Balewiyata.

Title: Pemikiran Kontemporer GKJW Dan Alternative Earth
Permalink: https://gkjw.org/1000-pemikiran-kontemporer-gkjw-dan-alternative-earth/
Category: Artikel