Bagong Tumbal



Bagong Tumbal, babi anjing majalaya, Gerakan Warga GKJW, GKJW

Alkisah Kerajaan Amarta dalam kesedihan mendalam. Meskipun matahari bersinar dan angin bertiup sejuk, semuanya terasa hampa. Saat malam tiba dan damar minyak dinyalakan di istana serta rumah penduduk, suasana sedih menguat. Hidup serasa dalam tempurung dibalik –gelap dan sepi.

Suasana kerajaan tempat Pandawa bertahta, telah berhari-hari dicekam gulana. Ratu Drupadi hilang dari kedaton. Taman yang asri terasa sunyi, istana berduka. Burungpun enggan berkicau melihat Raja Yudistira bersedih kehilangan kekasihnya, permaisurinya, dan tak tahu ke mana mencarinya.

Dalam suasana yang serba tak nyaman ini, Bima dan Arjuna merasa bertanggung jawab mencari dan membawa pulang Drupadi. Kedua satria ini datang berkonsultasi kepada Guru Durna.

Durna berpesan, Drupadi hanya dapat ditemukan dengan tumbal salah satu punakawan. Tentu saja Bima dan Arjuna terkejut dengan saran ini. Namun, menimbang keadaan Yudistira yang telah berhari-hari sedih, dan hilangnya rasa tenteram di istana, yang bakal merembet ke masyarakat, mereka menerima saran Durna.

“Kesedihan beliau akan menjadi kesulitan bagi semua. Istana adalah pancaran hati dari raja. Bila istana berduka, rakyat pun akan merasa. Negeri Amarta ini akan turut menderita.” Demikian pikir mereka.

Dengan pertimbangan tertentu diputuskan Bagong yang harus mati. Ia dianggap tidak banyak berperan sebagai sang pamomong. Perannya hanya melucu, atau membuat tertawa.

Bima dan Arjuna langsung ke Karang Kadempel, tempat tinggal para punakawan. Arjuna menceritakan kepada Semar tentang kondisi Amarta yang sedang berkabung kehilangan Drupadi. Sedangkan untuk mendapatkan kembali, Bagong harus menjadi tumbal. Arjuna berkata hal itu atas nasehat Durna.

Semar pun langsung menyuruh Bagong menyembunyikan diri. Bagong berlari mencari keselamatan. Bima dan Arjuna pun mengejar. Entah karena terpleset atau ketakutan, ia malah jatuh ke jurang.

Setelah menunggu beberapa saat, Bima dan Arjuna yakin Bagong sudah mati, sehingga kematiannya bisa menjadi sarana ditemukannya Drupadi.

Di dasar jurang Bagong malah ditemui Batara Narada.

Narada berpesan agar Bagong keluar dari jurang dan berjalan ke arah barat. Jika ketemu raja yang sedang bertapa, ia harus mengalahkan raja itu dan menggantikan tahtanya. Untuk memenangkan perkelahian, Bagong diberi ajian kalung mustika oleh Narada.

Dalam perjalanan ke arah barat Bagong bertemu raja bernama Kalasereng yang sedang melakukan laku mandi tujuh telaga untuk dapat memperistri Drupadi yang ia sembunyikan.

Terjadilah perang sengit antara Bagong dan Kalasereng. Ternyata Bagong mampu mengalahkan Kalasereng. Punakawan ini pun menjadi raja dengan julukan Prabu Pathakal Baworsari.

Pathakal pun siap memperistri Drupadi. Namun sebelum memperistri Drupadi, ia mendapat inspirasi, ingin memperistri Bima dan Arjuna. Rupanya, Pathakal mengira kedua satria ini adalah perempuan. Ia menyuruh patihnya melamar ke Amarta. Pathakal pun mengiringi patihnya bersama Drupadi, yang agar tidak kelihatan dimasukkan ke dalam cupu manik di jari manisnya.

Tentu saja Bima dan Arjuna marah karena dianggap perempuan. Amarta geger karena Pathakal mengamuk akibat ditolak lamarannya, dan berkat kalung mustika pemberian Narada, tak ada yang bisa mengalahkannya.

Kedua satria itu lalu meminta cara mengalahkan Pathakal kepada Krisna. “Hanya Gareng yang bisa mengalahkan Pathakal,” kata Krisna.

Maka, terjadilah pertarungan antara Gareng dan Pathakal. Anehnya, Pathakal dapat dikalahkan Gareng, sehingga dapat kembali kepada wujud aslinya yaitu Bagong. Drupadi pun keluar dari cupu manik di cincin yang dikenakan Bagong.

Bima dan Arjuna pun meminta maaf. Drupadi dikembalikan kepada Yudistira, utuh sebagaimana aslinya.


Siapa yang menulis lakon carangan ini, tak diketahui pasti.

Tokoh wayang bernama Bagong ini pun baru diciptakan pada zaman pemerintahan Sunan Amangkurat II, raja Mataram (1677-1703). Ia disebut dalam cerita wayang ber-candrasangkala "mantri sirna sangoyag jagad", yang dapat diperhitungkan sama dengan tahun 1603 Jawa, atau 1679 Masehi. Namun siapa seniman penciptanya, tidak diketahui.

Lantas, bagaimana kita memaknai cerita ini? Anggap saja Drupadi ini adalah milik berharga kita, seperti istri Yudistira di dalam istana. Jika Amarta diganti dengan nama organisasi kita, anggaplah itu merupakan barang kekayaan milik kita, yang apabila hilangnya tentu akan membawa kesedihan. Hati akan serasa dalam kegelapan. Burung pun enggan bernyanyi.

Menemukan kembali kekayaan yang hilang memerlukan strategi. Bila penentu kebijakan salah dalam merekomendasikan metode, semacam Guru Durna sebagai konsultan penangkapan maka akan muncul biaya tinggi, yaitu mengorbankan Bagong.

Padahal Bagong adalah bagian dari pamomong alias penjaga moral-spiritual. Ini sebuah gambaran apabila kita dalam kesulitan mencari nasehat yang salah maka justru korban yang lebih besar akan tiba.

Lantas, siapakah kita hari ini: Bima, Arjuna, Durna atau Bagong?

Malang 01/05/2021
#katresnangkjw

Foto: adu babi (Bagong: Bahasa Sunda) dengan anjing di Majalaya – (Reuters)

Title: Bagong Tumbal
Permalink: https://gkjw.org/1034-bagong-tumbal/
Category: Artikel