gkjw.org -Bacaan: Lukas 17: 11-19
2 – Menyikapi Pencobaan 2 – Menyikapi Pencobaan
3 – Swanten kang Leres 3 – Swanten kang Leres
Jika ada orang yang melakukan perjalanan dan kemudian merasa sangat haus, maka apa yang paling diharapkan, yaitu ada yang memberikan dia minum. Dan ketika ada yang memberikan dia minum, maka betapa senangnya dia dan dia akan sangat berterimakasih karena sudah diberikan minum.
Begitu juga dengan orang yang merasa sangat lapar, dan kemudian ada orang lain yang memberi makan, maka dia akan bersuka cita dan berterima kasih atas kebaikan orang yang menolongnya itu.
Tetapi menjadi sangat mengganggu nalar dan hati jika kita bertemu dengan orang yang kemudian enggan berterima kasih ketika sudah ditolong sebegitu rupa. Bisa disebut dengan "Tidak tahu berterima kasih".
Kata Terimakasih, menurut KBBI artinya: Mengucap syukur, melahirkan rasa syukur atau membalas budi setelah menerima kebaikan.
Firman Tuhan saat ini, Lukas 17 : 11-19, bercerita Saat Tuhan Yesus memasuki suatu desa di perbatasan antara Samaria dan Galilea, sepuluh orang kusta menemui Tuhan Yesus.
Karena berdasarkan Hukum Taurat mereka harus menjaga jarak bila bertemu orang lain (13), Ketika melihat Tuhan Yesus mereka berseru kepada Tuhan Yesus dari jauh; Yesus, Guru, Kasihanilah kami. Mereka memohon belas kasihan kepada Tuhan Yesus..
Tuhan Yesus hanya memandang dan berkata sambil menyuruh supaya mereka pergi dan menunjukkan diri kepada imam-imam (14). Tindakan ini sebenarnya baru bisa dilakukan saat mereka sembuh, tetapi pada saat itu mereka belum sembuh, tetapi sambil berjalan bersama2 ke 10 orang itu, di tengah jalan mereka pun sembuh (14)!
Pada waktu itu orang yang menderita sakit kusta, akan merasa bahwa hidupnya sudah berakhir, karena mereka akan dikucilkan, dan mereka sudah tidak boleh lagi bergaul dengan orang lain. Bagaimana akan menjalani hidup secara normal kalau harus diasingkan dari kehidupan normal pada umumnya. Jadi sekalipun masih hidup serasa sudah mati.
Tetapi ketika berjumpa dengan Tuhan Yesus, mereka disembuhkan dan dipulihkan dan merasa hidupkan kembali dari kematian atas perlakuan secara sosial.
Lalu Bagaimana respons mereka setelah tahu bahwa mereka sembuh? Tentunya mereka sangat bersukacita, karena yang diharapkan dari sakitnya ini adalah kesembuhan.
Tetapi setelah sembuh ada hal yang mereka lupakan, Seharusnya, mereka berterima kasih kepada Tuhan Yesus. Memang ada yang berterima kasih, tetapi tidak semua. Hanya satu dari antara sepuluh orang yang kembali kepada Tuhan Yesus untuk berterima kasih dan memuliakan Allah dengan bersorak-sorak (15-16).
Adanya keterangan bahwa satu orang yang kembali itu adalah orang Samaria menunjukkan bahwa sembilan orang yang lain adalah orang Yahudi. Kesembilan orang Yahudi itu memang mentaati Allah dan disembuhkan juga, tetapi mereka tidak pernah mengenal siapa Yesus sesungguhnya. Mereka memang menerima anugerah Allah, tetapi tidak merespons anugerah itu di dalam imannya dengan cara mengucap syukur. Secara fisik, mereka telah disembuhkan, tetapi tidak demikian dengan imannya.
Bapak-Ibu, dan Saudara yang dikasihi Tuhan, ada ilustrasi yang seperti ini :
Ada seorang yang memiliki anak tunggal yang masih usia sekitar 9 tahun. Orang ini hidup bahagia bersama anak semata wayangnya ini. Dia bekerja sebagai penjaga jembatan kereta api. Kalau ada kereta yang lewat maka jembatan diatas sungai ini harus dia turunkan, dan kalau tidak ada kereta yang lewat jembatan ini dia naikan agar perahu-perahu bisa melewati di sungai dengan tanpa terhalang jembatan kereta.
Orang ini sering mengajak anaknya untuk melakukan aktivitasnya menjaga jembatan kereta. Pada suatu ketika, saat anaknya ikut ketika orang ini melakukan tugas menjaga jembatan ini, tetapi anaknya bermain agak jauh dari tempat dia harus menarik tuas agar jembatan ini naik atau turun. Tiba-tiba anaknya dari kejauhan berteriak kepada ayahnya bahwa aka nada kereta yang akan lewat dengan cepat, karena kereta ini semakin dekat maka anaknya berusaha untuk membantu ayahnya menarik tuas darurat yang ada di dekat rel, namun yang terjadi anak ini terjatuh dan masuk lubang yang berisi gerigi-gerigi "ger" yang menggerakkan jembatan itu. Ayahnya bingung karena kereta semakin dekat, kalau tuas di depannya ditarik maka jembatan turun tetapi anaknya mati tergencet gerigi-gerigi, kalau dia harus menyelamatkan anaknya maka kereta yang banyak penumpang itu akan masuk sungai dan mati semua orang dalam kereta itu. Sebuah pilihan yang sulit tetapi tetap harus dipilih oleh orang ini, maka pilihannya adalah menarik tuas dan dia mengorbankan anaknya yang dikasihinya demi menyelamatkan orang-orang dalam kereta itu.
Bapak-Ibu dan Saudara yang dikasihi Tuhan…
Allah telah mengorbankan AnakNya yang tunggal, yaitu Tuhan Yesus Kristus untuk menebus dosa-dosa kita, agar kita selamat, agar kita mendapatkan kehidupan yang bahagia dan kekal.
Berterima kasih atau bersyukur kepada Allah, adalah wujud kita menghargai Anugerah Allah, kasih Allah, dan kebaikan-kebaikan Allah yang terus memelihara dan memberkati hidup kita.
Orang yang enggan untuk mengucap syukur kepada Allah, adalah orang yang tidak menghargai Allah didalam hidupnya.
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan..
Marilah kita tengok hati kita masing-masing, apakah masih ada keengganan, atau berat hati ketika kita bersyukur kepada Tuhan melalui persembahan kita.
Cobalah untuk saudara renungkan seperti Video tadi, seandainya Allah tidak mengorbankan AnakNya yang tunggal yaitu Tuhan Yesus Kristus untuk menyelamatkan kita, untuk menebus dosa kita, Dia mati diatas kayu salib, pastilah kita menjadi orang-orang yang celaka.
Tuhan sudah memberikan Anugerah, Kasih dan Berkat-berkat didalam hidup kita dan menjadikan kehidupan kita bersuka cita. Marilah kita respon seluruh kebaikan Tuhan dengan kita memberikan yang terbaik kepada Tuhan sebagai ungkapan syukur kita, sebagai ucapan terima kasih atas kebaikan2 Tuhan.
Saat ini Tuhan memberikan kesempatan bagi kita melalui Hari Raya Persembahan Undhuh-undhuh saat ini.
Selamat bersyukur, selamat berterima kasih kepada Tuhan.
Tuhan memberkati. Amin.
Oleh: Pdt Joko Hadi
GKJW Pesanggaran
embeumkm.com