gkjw.org -PENGANTAR
Sekilas ringkasan riwayat Yeremia:
1.dilahirkan sekitar tahun 645 sM.
2.Panggilan terhadap Yeremia sebagai nabi, tahun 627 sM. (usia + 18 thn).
3.Thn 627sM – 609 sM, raja Yosia mengadakan reformasi keagamaan, namun sinkretisme dan kemurtadan merajalela dalam kehidupan bangsa Israel. (II Raja 22 – 23).
4.Yeremia berkotbah tentang Bait Suci (psl 7)
5.Diancam karena bernubuat dan hendak dibunuh (psl 11, 26).
6.Dipenjara dan dibuang ke dalam perigi (psl 37, 38).
7.Dipaksa mengungsi ke Mesir (psl 43).
8.Dikenal sebagai nabi yang sering menangis.
9.Hidup pada pada jaman lima (5) raja: Yosia, Yoahas, Yoyakim, Yoyakhin, Zedekia.
10.Selama hampir 40 tahun berkotbah dan bernubuat.
2 – Masalah Penyimpangan Orientasi Seksual 2 – Masalah Penyimpangan Orientasi Seksual
3 – Yesus, Logos dan Tao: Belajar dan Berbagi dari Seorang Guru Taoisme (2) 3 – Yesus, Logos dan Tao: Belajar dan Berbagi dari Seorang Guru Taoisme (2)
Kalau kita perhatikan unsur-unsur pokok panggilan Yeremia, maka kita akan mendapatkan gambaran sebagai berikut:
1.Kemerosotan terjadi pada jaman Yeremia, karena itu banyak orang yang mendambakan datangnya seorang pembebas, yang mau membebaskan bangsa mereka dari kemerosotan itu.
2.Panggilan atas tugas pelayanan Yeremia, bukanlah inisiatif dari Yeremia, namun Tuhan sendirilah yang memilihnya. Tuhan telah memilih dia sebelum dia dilahirkan dan mempersiapkannya selama kehidupannya. Tuhan membimbing perkembangan pribadi dan wataknya, mempengaruhi dia dan memberikan pengalaman-pengalaman yang semakin memperlengkapi pelayanannya sebagai seorang nabi.
3.Sebagai seorang nabi, ia diutus untuk bernubuat bagi bangsanya sendiri. Namun pada kenyataannya, ia juga ditetapkan menjadi nabi “bagi bangsa-bangsa”. Tugasnya tidak terbatas bagi bangsa Yehuda, sebab pada waktu ia hidup terjadi banyak pergolakan/pemberontakan di antara bangsa Asyur, Mesir, Babel.
4.Begitu berat beban yang harus ia pikul ini, Yeremia mengajukan protes dan keberatannya kepada Tuhan. Alasannya, karena ia masih muda. Belum matang/sanggup menjadi seorang nabi. Sebab pada masa itu, seorang tua (bukan seorang pemuda), yang memberi perintah nasehat dan yang patut dihormati.
5.Perasaan Yeremia yang sensitive. Ingin ketenangan. Tidak ingin disalahpahami, tidak ingin dibenci,tidak ingin diolok-olok. Perasaan-perasaan inilah yang bergolak di dalam diri Yeremia. Pergolakan antara kehendak Tuhan dan kehendak pribadi Yeremia, telah mulai ada dan berlangsung sepanjang hidupnya.
6.Tuhan tidak membebaskan Yeremia dari tugas-tugasnya, karena keberatannya itu, namun sebaliknya, Tuhan tidak memberikan kepadanya pilihan lain, kecuali menaati kehendak-Nya. Tentu saja Yeremia akan banyak menghadapi perlawanan dan bahaya, namun Yeremia tidak boleh takut karena Tuhan akan menyertai dan menolongnya.
REFLEKSI ATAS RESPON DAN PANGGILAN YEREMIA
Allah memperlengkapi hamba-hamba-Nya untuk melaksanakan tugas panggilan mereka. Meskipun banyak hamba, sama seperti Yeremia, merasa tidak sanggup melaksanakan tugas panggilan, namun pemanggilan itu merupakan sesuatu pemberian kepada kehidupan yang bertujuan, memberikan kekuatan dan makna hidup yang baru. Sebagaimana Musa (Kel 3, 4), yang merasa keberatan dengan pemanggilan yang ditujukan kepadanya, tetapi pada akhirnya mengatasi perlawanan Firaun dan memimpin umat Israel keluar dari tanah Mesir.
Demikian pula dengan Rasul Paulus. Ia menganggap dirinya adalah orang yang paling hina dari semua para rasul, tetapi sebagai akibat dari pemanggilannya itu, ia bekerja keras untuk melayani Tuhan, karena “ ….. yang paling akhir dari semuanya Ia menampakkan diri juga kepadaku, sama seperti kepada anak yang lahir sebelum waktunya. Karena aku adalah yang paling hina dari semua rasul, bahkan tidak layak disebut rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah. Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku” I Kor. 15:8-10.
Pemanggilan Yeremia merupakan suatu contoh tentang bagaimana Allah terus menerus memanggil para hamba-Nya. Allah dalam Perjanjian Lama adalah sama dengan Allah Bapa, Yesus Kristus, yang bekerja di Gereja dan dunia sekarang ini. Tugas Yeremia ialah berbicara kepada bangsa Yehuda atas nama Allah, dengan menghadapkan mereka kepada kehendak-Nya dan berkata baik tentang hukuman-Nya maupun tentang rahmat-Nya. Firman yang harus diucapkan Yeremia merangkum semua unsur kehidupan bangsa itu, sekaligus juga menuntut respons dari umat Israel. Mereka harus menjawab “Ya” atau “Tidak”; mereka harus menaati atau memberontak. Mereka tidak dapat mengenal Allah secara benar tanpa melaksanakan perintah-Nya.
Tugas Yeremia sama dengan tugas kita sekarang. Kita harus mempelajari Kitab Suci untuk mendapatkan apa yang difirmankan oleh Allah melalui kitab itu kepada diri sendiri dan kepada warga jemaat. Apakah kehendak Allah dalam keadaan masa kini? Ajaran Alkitabiahnya, bagaimana hubungannya dengan persoalan-persoalan pribadi dan sosial.
Setiap kita yang hadir pada saat ini mendapat pertanyaan yang sama. Kita mungkin akan mengalami banyak persoalan. Manakala kita mencoba mengkaji pengalaman Yeremia, maka kita akan melihat bahwa persoalan-persoalan yang kita hadapi sama dengan persoalan yang dihadapi Yeremia
Gereja saat ini sama keadaannya seperti yang dialami oleh Yeremia dan bangsanya. Gereja merupakan minoritas di dalam lingkungan yang asing atau bermusuhan.
Di dalam kitab Roma 12:1, tertulis demikian “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati”.
Dalam buku Tesaurus Bahasa Indonesia, kata “kudus” berarti: bersih, mulia, murni, suci, keramat, sakral, agung.
Pesan yang tertulis dalam Roma 12:1 ini, selalu menjadi dasar bagi seseorang untuk melayani, mengabdi kepada Tuhan dan orang lain. Pola hidup yang mendasari bukan untuk kepentingan diri sendiri, melainkan untuk Tuhan dan sesama.
Seandainya. Ini hanya seandainya saja. Sekali waktu kita telah berbuat suatu kejahatan, yang mengakibatkan kita harus berurusan dengan pihak aparat keamanan. Bukti-bukti telah ditunjukkan. Saksi-saksi, yang meringankan maupun yang memberatkan kita, telah diajukan dalam sidang pengadilan.
Akhirnya setelah melalui proses pengadilan yang panjang dan melelahkan, maka tibalah kita pada suatu putusan pengadilan yang tetap. Hakim telah memutuskan kita bersalah. Sesuai asas keadilan, maka kita harus mendapat ganjaran hukuman penjara selama 20 tahun. Namun karena kita telah bersikap kooperatif dalam persidangan. Mau mengakui segala kesalahan yang telah kita perbuat, Hakim yang memutuskan perkara kita tersebut, justru membebaskan kita dari segala hukuman, bahkan merehabilitasi nama baik kita, yang sudah terlanjur jelek karena perbuatan salah itu. Tanpa syarat apapun kita telah bebas murni dari segala hukuman, yang seharusnya kita jalani tersebut.
Bagaimana reaksi kita, saat menghadapi peristiwa itu? Senang atau sedih?
(bandingkan dengan pengalaman Barabas, Lukas 23:25). Tentulah ada perasaan senang dalam diri kita. Untuk menunjukkan rasa senang itu, tentulah kita akan berbuat baik, agar pengalaman masa lalu yang jelek itu tidak membuat kita menjadi bertambah jelek lagi.
Itulah sebabnya Rasul Paulus berpesan agar kita hidup kudus dan mau mempersembahkan hidup kita untuk Tuhan dan melayani-Nya. Dasar pelayanan ini adalah karena Kristus sendiri sudah melayani kita. Seluruh hidup Yesus selama 33 tahun itu dilandasi dengan jiwa melayani. Tujuan hidup-Nya bukanlah untuk mendapat pelayanan, melainkan untuk memberikan pelayanan itu.
Dalam Alkitab, Yesus tidak digambarkan sebagai figur yang berjaya atau berkuasa, melainkan sebagai Tuhan yang melayani dan menghamba.
Sebagai perbandingan, mari kita perhatikan seorang pelayan di sebuah warung soto.
Ketika seorang pelanggan datang, segera saja si pelayan mendatangi tempat duduk orang tersebut, dan bertanya mau pesan minuman apa. Ketika disebutkan pesanan minuman, segera saja pelayan tersebut kembali ke dapur, dan membuat minuman untuk si pembeli tadi. Setelah itu, beberapa saat kemudian si pelayan tadi datang dengan membawa minuman yang dipesan.
Sambil menunggu nasi soto, yang sedang diracik oleh si pelayan lainnya, coba amati tindakan selanjutnya dari pelayan yang telah menyuguhkan minuman tadi. Nampak sekali si pelayan itu, setelah selesai melayani, ia lalu segera membersihkan meja makan lainnya, yang ditinggalkan pengunjung lain karena sudah selesai menikmati hidangan soto ayam itu. Demikian seterusnya, apa yang dilakukan oleh pelayan itu.
Bayangan kita tentu dia tidak punya rasa lelah, karena harus melayani sedemikian banyak orang yang datang bergantian, silih berganti mulai dari pagi hingga malam. Namun mungkin terbersit juga sangkalan dalam pikiran kita, “aah … ndak mungkin … Tidak mungkin ia sekuat itu. Kalau toh ia dapat sekuat itu, mungkin saja setiap hari ia meminum jamu kuat untuk menjaga staminanya tetap terjaga.”
Jiwa Kristus adalah yang kita yakini dan kita imani sebagai seseorang yang selalu siap untuk melayani. Hal itu jugalah yang senantiasa menjiwai setiap orang yang menjadi pengikut Kristus. Orang yang mau berjalan bersama Kristus adalah orang yang rela melayani dan menghamba.
Melayani bukan berarti sekedar sibuk di sana sini, dan bukan pula sekedar memberikan ini atau itu. Melayani adalah mengosongkan diri dan menempatkan kepentingan sendiri di bawah kepentingan Tuhan dan kepentingan orang lain.
Sekitar tahun 1989, ketika banyak negara-negara komunis runtuh di daerah Eropa Timur, Nampak ada seorang buronan politik melarikan diri ke balik pagar kedutaan besar di Jerman Barat. Ketika seorang polisi hendak menangkap buronan politik tersebut, seorang anggota staf kedutaan besar tersebut (bukan seorang pejabat tinggi, hanya seorang pegawai kecil), berlari melalui pintu gerbang, merangkul si buronan dengan tangan dan mantelnya, membawa masuk ke dalam ruangan di kedutaan besar itu. Secara hukum, orang buronan tersebut tetap aman selama ada dalam pelukan dan rangkulan staf kedutaan tersebut. Tak seorangpun dapat menyentuhnya, karena pada saat itu staf kedutaan tersebut mempunyai seluruh “wewenang” negara yang diwakili kedubes tersebut. Selama beberapa menit, staf kedutaan tersebut sama dengan negaranya yang diberi kuasa penuh oleh pejabat yang berwenang.
Maka ketika Yesus “memerintah’ kita atas nama kasih, untuk bertindak dengan kasih, pada saat itu ada kekuasaan yang diberikan kepada kita. Kita tidak bertindak semata-mata karena tanggung jawab kita, namun juga karena ditopang oleh makna kehadiran Alah dalam hidup kita. Meskipun demikian patut kita sadari pula, bahwa kita tidak bisa sungguh-sungguh mewakili kekuasaan Allah pada suatu waktu dan situasi tertentu.
Kita adalah orang yang dikasihi. Sama seperti ikatan perkawinan (metafora yang sering dipakai dalam Kitab suci), di mana orang percaya saling mengasihi. Tidak saling menaklukkan. Saling memberi. Menyerahkan diri, kepada kasih yang mempersatukan mereka.
Di dalam Tata dan Pranata GKJW, tentang tugas seorang Penatua dan Diaken, dapat dirangkum sebagaimana berikut ini:
1.PENATUA :
a.Menjabarkan apa yang menjadi kehendak Allah, sebagaimana yang tertulis di dalam Kitab Suci.
b.Membimbing warga Jemaat agar dapat menjalani tugas kehidupan sebagaimana yang diyakini dan mengingatkan warga Jemaat apabila berbuat kesalahan,
c.Mengelola dan mengatur harta kekayaan gereja, sesuai dengan hikmat yang diberikan kepadanya.
d.Mempersiapkan program kegiatan jemaat.
e.Melaporkan secara rutin segala hasil kegiatannya.
f.Menjalankan keputusan-keputusan Majelis Jemaat/Daerah/Agung.
g.Mengajar anak-anak (katekisasi).
2.DIAKEN :
Memperhatikan kehidupan orang sakit, miskin, anak yatim/piatu atau yatim-piatu, warga jompo, atau orang yang menderita lainnya, dengan cara:
a.Mengunjungi warga dan memberi penghiburan bagi mereka yang menderita.
b.Memberdayakan warga jemaat yang miskin, yang badan/tubuhnya masih kuat atau sehat, untuk dapat mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari
c.Mengumpulkan dana atau sumbangan dari pihak lain, yang tidak bertentangan dengan iman kristiani.
d.Bekerja sama dengan pihak-pihak lain, untuk meringankan beban penderita orang lain.
Dengan memperhatikan semua ulasan tersebut di atas, mungkin dalam hati kita akan muncul perasaan ragu-ragu, “Ya, saya ingin melayani, namun saya tidak mampu. Saya tidak bisa berbuat yang hebat-hebat, seperti orang-orang itu. Iman saya sangat kecil”.
Aaaahhhh ……….
Pernahkan Tuhan menuntut iman yang besar pada diri kita? Pernahkah Ia meminta kepada kita untuk melakukan perkara-perkara yang besar? Siapa bilang kita harus memiliki iman yang besar.
“Jawab Tuhan: "Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu." Lukas 17:6.
Yesus berkata bahwa iman kita sangat kecil, lebih kecil dari biji sesawi, sebab apabila kita memiliki iman yang sebesar biji sesawi, maka kita akan mampu memindahkan gunung.
Kita tidak perlu memiliki iman yang besar. Kalau kita mempunyai yang besar dan hebat, maka kita tidak lagi memerlukan Tuhan. Saat ini yang dibutuhkan adalah anugerah Tuhan yang besar dalam hidup kita, bukannya iman yang besar.
Kita dipanggil bukan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang besar, seperti memindahkan gedung gereja dari Ngawi ke Jakarta. Atau mungkin menurunkan hujan yang lebat, di daerah persawahan yang mulai kekeringan air untuk pertumbuhan seberkas padi.
Kita dipanggil untuk pelayanan yang berskala kecil, sebagaimana yang tertulis dalam Pranata gereja, seperti yang sudah disebutkan di atas. Karena iman kita memang lebih kecil dari biji sesawi. Dengan suatu modal iman yang sekecil itu kita dipanggil untuk melayani.
Kiranya apa yang dituliskan oleh Rasul Paulus di dalam I Korintus 15:58: “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia”, akan selalu menjadi inspirasi di dalam setiap pekerjaan dan pelayanan kita.
INDAH RENCANAMU
Indah rencanaMu Tuhan, di dalam hidupku
Walau ‘ku tak tahu dan ‘ku tak mengerti semua jalanMu
Dulu ‘ku tak tahu Tuhan, berat kurasakan
Hati menderita dan ‘ku tak berdaya menghadapi semua
Tapi ‘ku mengerti sekarang, Kau tolong padaku
Kini ‘ku melihat dan ‘ku merasakan indah rencanaMu
Tapi ‘ku mengerti sekarang, Kau tolong padaku
Kini ‘ku melihat dan ‘ku merasakan indah rencanaMu
RGNWAP