gkjw.org -Lukisan Tangan Berdoa
2 – Rapal Pengandelan - C.L. Coolen nan Unik - Bagian 2 2 – Rapal Pengandelan - C.L. Coolen nan Unik - Bagian 2
3 – Masalah Penyimpangan Orientasi Seksual 3 – Masalah Penyimpangan Orientasi Seksual
Lukisan tangan berdoa sering kita lihat di sticker postingan grup WA atau yang lainnya, ternyata itu adalah lukisan Albrecht Durer yang luar biasa. Telah membuat orang terkesan dengan gambar tangan itu, bahkan sebelum mendengar kisahnya pun. Tak heran jika Michael Angelo pernah berkata: "Saya rela mati demi meninggalkan karya yang besar" dan William James berkata: "Kalau anda mau mati meninggalkan karya yang besar tinggalkan lah karya yang abadi."
Tetapi apa itu karya yang abadi ?
Nah, saat ini kita akan tahu kisah di balik lukisan tangan berdoa. Inilah kisahnya:
Di sebuah desa kecil dekat Nurnberg, Jerman, di abad 15, hiduplah sebuah keluarga dengan anak-anaknya yang berjumlah 18. Ya, delapan belas! Sang ayah adalah seorang Pedagang emas, bekerja hampir 18 (delapan belas) jam sehari di tokonya untuk menghidupi keluarganya. Apa saja yang berguna dan menghasilkan uang ia kerjakan. Walaupun kondisi keluarga itu pas-pasan bahkan nyaris tanpa harapan, 2 (dua) anak sulungnya mempunyai cita-cita tinggi.
Albrecht Durer dan adiknya Albert Durer bercita-cita suatu saat kelak mereka akan menjadi Seniman terkenal, kuliah di Akademi tinggi di Nurnberg, walaupun mereka tahu ayah mereka secara finansial tidak akan mampu membiayai kuliah disana.
Setelah diskusi yang panjang di suatu malam di tempat tidur mereka yang penuh sesak, kedua anak laki-laki tertua ini akhirnya membuat kesepakatan. Mereka akan melemparkan sebuah koin. Yang menang, dialah yang melanjutkan studi ke Akademi untuk mengejar impian menjadi Seniman terkenal. Yang kalah akan tetap tinggal di Kampung halaman, bekerja di Pertambangan di dekat rumah mereka, dan dengan penghasilannya dari bekerja itu, membiayai kuliah saudaranya yang akan menjadi Seniman hebat. Diharapkan setelah kuliah 4 (empat) tahun, sang Seniman besar itu sudah bisa kembali dan membiayai adik-adiknya yang lain.
Mereka melemparkan koin. Hasilnya ?
Albrecht Durer memenangkan undian dan kuliah ke Akademi di Nurnberg. Albert Durer tinggal di Kampung dan bekerja sebagai Buruh tambang, pekerjaan yang cukup berbahaya kala itu. Selama 4 (empat) tahun ke depan, ia membiayai saudaranya yang menempuh pendidikan di Akademi itu.
Di Akademi, Albrecht ternyata menjadi bintang. Lukisan-lukisannya, ukiran kayunya dan lukisan minyaknya jauh lebih baik dibanding karya para Profesornya. Dan pada saat ia lulus, ia mendapat cukup banyak uang atas karya-karyanya itu.
Ketika Seniman muda itu kemudian kembali ke desanya, keluarga Durer mengadakan pesta makan malam di halaman rumah mereka untuk merayakan kepulangan Albrecht. Setelah makan malam yang panjang dan berkesan, diselingi dengan musik dan tawa, Albrecht bangkit dari posisi terhormat di ujung meja untuk minum bersulang bagi adik tercintanya, atas tahun-tahun pengorbanan yang memungkinkan Albrecht memenuhi ambisinya.
Di akhir pidatonya, Albrecht berkata: "Sekarang, Albert, saudaraku yang sangat disayangi Tuhan, giliranmu lah. Sekarang kau sudah punya kesempatan berangkat ke Akademi di Nurnberg untuk mengejar impianmu, dan aku akan mengurus semua yang kau perlukan."
Semua kepala berpaling ke ujung meja tempat Albert duduk. Air mata mengalir di wajahnya yang pucat, menggelengkan kepalanya sementara ia menangis dan berkata berulang-ulang: "Tidak, tidak, tidak." Albert bangkit dan menyeka air mata dari pipinya.
Dia melirik ke meja panjang di wajah-wajah yang dicintainya dan kemudian, memegang tangannya dekat dengan pipi kanan, ia berkata pelan: "Tidak, saudaraku, aku tidak bisa pergi ke Nurnberg. Sudah terlambat untuk aku. Lihatlah, lihat apa yang aku dapatkan selama 4 (empat) tahun bekerja di Tambang. Tulang di setiap jariku telah hancur. Dan akhir-akhir ini aku telah menderita Rheumatoid begitu parah di tangan kananku, sehingga untuk memegang gelas dan bersulang kembali untuk mu pun aku tak bisa. Apalagi untuk memegang kuas dan melukis garis-garis halus di Kanvas. Bagiku itu sudah terlambat."
Kini, waktu sudah berlalu. Ribuan lukisan potret dan karya lainnya dari Albrecht Durer telah beredar dan menghiasi banyak dinding dan ruang di seluruh dunia. Dan hampir dapat dipastikan, sebagian besar orang pernah melihat, bahkan barangkali memiliki reproduksi dari salah satu lukisannya yang sangat terkenal itu, yakni gambar yang diberi judul: The Praying Hands (Tangan berdoa).
Lukisan itu untuk memberi penghormatan kepada Albert atas semua yang telah dikorbankannya, Albrecht Durer dengan susah payah menghela tangan adiknya itu, meluruskan jari-jarinya dan kemudian melukisnya. Ia memberi judul lukisan itu "Hands," tetapi seluruh dunia melihat lukisan itu jauh dari sekadar ‘Hands’ melainkan suatu persembahan cinta yang tulus, tangan yang berkorban dan memohon. Itu lah sebabnya ia lebih terkenal dengan judul: "The Praying Hands". Tangan yang bekerja, tangan yang berkorban demi mewujudkan sebuah cita-cita dan doa, itu lah Tangan berdoa
Oleh: Edi Hartanto