gkjw.org -"Ojo kebanjur karepmu kang tanpo kusur. Tapamu udharono nuli tangiyo. Sing kok arep arep wis teko. Jenenge BOCAH ANGON gawane sodo lanang. Paranono mangalor mesthi ketemu. Iku kang bakal nundhuhake lelakon kang bener becik. Tut burinen saparane ".
Terjemahan bebas :
" Janganlah keinginananmu tanpa arah. Hentikan bertapamu dan bangunlah. Karena yang kamu harapkan selama ini sudah datang. Namanya BOCAH ANGON membawa sodo lanang (lidi jantan). Carilah ke utara pasti akan ketemu. Dialah yang menunjukkan jalan benar terbaik. Ikutilah jejaknya".
2 – Mburu Uceng Kelangan Deleg 2 – Mburu Uceng Kelangan Deleg
3 – (Katanya) Kiamat - H+10 PSBB.sby 3 – (Katanya) Kiamat - H+10 PSBB.sby
Suara itu menghentikan KARYADIKRAMA sekian lama bersemedi di sekitar laut selatan. Pencarian panjang bocah angon itu, sampailah ia di rumah KASANMETARAM. Lewat perbincangan Kasanmetaram menunjuk nama KYAI SADRACH. Seorang guru elmu baru yang baru saja mengalahkannya.
Lazimnya jaman itu, debat elmu. Kadang debat terbuka untuk umum. Jika ada kalimat "kulo meguru", berarti dialah yang kalah. Berarti guru dan semua muridnya itu ikut yang menang. Nama Sadrach saat itu yang tak tertandinggi.
Sadrach mempunyai linuwih. Ditambah Pengetahuan dan pendidikannya. Karena Radin Abas, namanya kecil Sadrach pernah mondok di beberapa tempat terkenal di Jawa Timur. Tak heran Sadrach pintar membaca tulisan Jawa, Arab, latin dan pegon. Lewat pertemuan dan debat akhirnya Karyadikrama mantap, dialah bocah angon itu.
Itulah manuscrip A Karangjoso pengikut awal Sadrach. Sosok ratu adil, bocah angon, mesias atau apalagi namanya selalu ada dalam masyarakat Jawa. Intinya sama, menuju satu harapan, mencari juru selamat dari penjajahan lahir batin yang merdeka. Hidup bersama yang sama sederajat. Tapi namanya manusia, katanya sesama ciptaanNya. Seperti saat, J Wilhelm zending Belanda mengajak Sadrach berfoto dengan duduk sejajar membuat heboh saat itu.
Sebenarnya foto ini dibuat 14 Juli 1885. Tapi ketika majalah zending Heidenbode edisi November 1886 memuatnya menjadi berita besar di Hindia Belanda sampai di Belanda. Pro kontra merebak. Masyarakat feodal dan kolonial diperdebatkan. Yang paling satir pun menulis, kenapa yang satu itu tidak duduk bersilah di bawah…
Dasar Sadrach, sama seperti gurunya Kyai Ibrahim Tunggul Wulung yang memiliki percaya diri yang tinggi, sebutan jemaahnya saja jelas GOLONGAN WONG KRISTEN KANG MARDIKA.
Menulis perjalanan Sadrach, tak ada habisnya. Serasa panjang. Sepanjang nama di nisannya, setiap kata mempunyai ceritanya sendiri.
"KIJAHI RASOEL RADIN ABAS SADRACH SOEROPRANOTO "
H+16 psbb.sby
Hadiyanto, bit.ly