Arifin dan Kasur Kapuk



gkjw-arifin-kasur-kapuk

Kapuk kapas itu lembut. Enteng, sekaligus lentur.

Tak heran, buah dari pohon randu ini, sejak lama menjadi bahan kasur. Tempat membaringkan badan, beristirahat memulihkan kesehatan.

Arifin (50), semenjak lulus SMP, sudah menggeluti dunia kasur kapuk. Ia belajar ayahnya yang juga pengrajin kasur kapuk. Selepas SMP, ia sudah berangkat ke Bali dan Sumbawa. Bekerja pada sebuah pengusaha kasur kapuk.

Umumnya, kasur untuk hotel bagi para turis manca-negara. "Ukurannya juga tidak biasa. Rata-rata lebih dari dua meter setengah. Orang bule kan badannya panjang," tuturnya mengenang. Malahan, lanjutnya, ia pernah memenuhi pesanan kasur berbentuk bundar.

"Nggak tau, buat apa. Sampai habis kapuk tiga kuintal. Trus, dikirim ke Australia," nadanya bertenaga. Bangga.

Kisah hidupnya di Bali, berantakan. Peristiwa bom Bali, memaksanya pulang kampung. "Bali sepi," tandasnya. Kali ini terdengar nadanya prihatin.

Namun peristiwa itu, justru menghadirkan titik-balik. Tantangan hidup, mendorongnya berani ambil risiko. Dia buka usaha sendiri. Jadilah ia juragan atas dirinya sendiri. "Yah, usaha kecil-kecilan," tuturnya merendah.

"Kapuk saat ini agak susah. Saya kulaknya dari daerah Pati, Jawa Tengah. Semenjak kayu pohon randu dipakai bahan bekisting cor bangunan, kapuk semakin sulit didapat. "Dulu, pohon randu besar-besar (lalu ia membentangkan dua tangannya). Sekarang, gak sampai besarpun, asal sudah laku dijual, ya dipotong," ia tersenyum, tapi nampak hambar.

Ia memasuki lorong zaman yang berubah. Permintaan kasur kapuk, mulai menurun. Orang mulai beralih pada kasur busa berbahan sepon, spring bed. Sebuah pertanda zaman baru telah datang. Maka, ayah dua anak inipun tak menampik angin perubahan. "Selain kasur kapuk, saya juga biasa membuat dan memperbaiki kasur sepon," ujarnya yakin.

Di Malang, tepatnya di Pakisaji, dia tinggal. Pangsa pasarnya adalah daerah Batu, juga Landungsari. Dia melayani pembuatan kasur hotel dan kos-kosan. Paling jauh, dia pernah menerima panggilan membuat kasur kapuk di daerah Poncokusumo. Berangkat pagi, naik sepeda motor sambil bawa kapuk ke daerah yang berhawa sejuk," Ternyata berat juga ya. Tapi ya dijalani saja," ujarnya berkisah pasrah.

Sikap batin seperti itu, menurutnya, membuat hidupnya nyaman. Pernah suatu siang yang panas dan letih, ia hendak pulang sehabis memenuhi panggilan memperbaiki kasur. Di belakang sepedanya, menguntit seorang perempuan. Lantas, ia pun dihentikan.

"Saya juga tidak curiga. Lalu dia nanya, apa Bapak membuat kasur? Iya, jawab saya. Iya Pak, saya mau pesan 150 kasur untuk panti jompo saya.." terlihat senyumnya mengembang sumringah.

"Ya mau bilang apa, dijalani saja," selorohnya datar.

Krisna, putra keduanya, saat ini telah ikut menerjuni usaha kasur ini. Dia menggunakan media sosial whatsapp (089515522651) dan facebook, demi meluaskan jangkauan layanan. Sebuah penanda zaman telah hadir.

"Ya lumayan. Sekarang, bisa lebih sering terima order. Anak saya yang terima pesanan onlen. Semua anak saya yang mengurus. Termasuk biaya, alamat dan kapan waktunya," terdengar kalimatnya berbangga.

Buukk… Buukk… Buukkk…
Ia menepuk-nepuk badan kasur yang sedari tadi ia isi kapuk. "Kasur seperti ini, insyaallah bisa tahan awet sampai 15 tahunan. Asal dirawat. Dijemur. Karena kapuk kapas itu itu kalau dijemur, kena sinar panas matahari, dia akan mengembang. Jadi, tidur kita bisa nyaman. Badan capek bisa hilang, dan segar kembali.." meluncur begitu saja kalimat itu. Bagai doa yang ringan. Seringan kapuk kapas menerbangkan angin…

Omah Hijau Bandulan, saat 19 Mei 2020.
Trianom Suryandharu, buka Facebook

Title: Arifin dan Kasur Kapuk
Permalink: https://gkjw.org/141-arifin-dan-kasur-kapuk/
Category: Artikel