gkjw.org -Saat itu pertengahan tahun 1814, di Surabaya. Pertemuan dengan JOSEPH KAM merubah hidup JOHANNES EMDE. Terutama tentang PI.
Bukan kebetulan mereka berdua terdidik Pietisme sejak kecil. Bukan kebetulan pula mereka "terdampar" di Surabaya karena kapal.
Konon Emde baru datang di Hindia Belanda 1802 terkena wajib militer. Ikut kapal perang. Sampai suatu saat sakit. Ketika sembuh keluar rumah sakit, kapalnya telah pergi.
Untuk bertahan hidup, mencari pekerjaan lain. 1808 Emde diterima toko konstruksi sebagai pembuat model. Setahun kemudian emde bertemu LAMPRECHT, yang sama berasal dari Jerman. Lalu mereka memulai bisnis bengkel arloji.
2 – Hempaskan Say... 2 – Hempaskan Say...
3 – THR hanya ada di Indonesia - H-1 PSBB.sby 3 – THR hanya ada di Indonesia - H-1 PSBB.sby
Sedang Kam menunggu kapal untuk tujuannya ke Ambon. Lama menunggu kapal datang (6 bulan), Kam dikaryakan di Greja Protestan Indonesia. Di sinilah awal mereka bertemu di Surabaya.
Kam merubah Emde. Membuat rumahnya hidup. Conventicles (kelompok kecil) rutin bertemu di rumah Emde. Bimbingan Kam membuat kelompok ini bersemangat. Di samping peran perempuan di rumah Emde yang tidak dianggap remeh. Adalah AMARENTIA MANUEL nama baptis, istri Emde. Nama aslinya tidak ada catatan. Yang ada Amarentia adalah pribumi, keturunan keraton Solo. Serta anak perempuannya, JOHANA WIHELMINA. Perempuan ini bukan sekedar tuan rumah, yang menjamu tamunya saja. Mereka ikut berperan aktif di dalamnya.
Ketika kapal tujuan Ambon tiba, pamitlah Kam untuk melanjutkan tujuannya. Emde menjadi pemimpin kelompok ini. Berbagai alat tinggalan Kam, seperti salinan PB, traktat sampai selebaran diteruskan.
Bahkan kelompok Emde ini meminta cetakan lagi, saking giatnya mereka menyebar. Sayang cetakan itu disita pemerintah. Karena aturan penduduk awam dilarang menyebar PI.
Larangan, sitaan bukan menjadi kendur Emde. Justru semakin menjadi. Cetakan PB LEIJDECKER di rasa Emde sulit dibaca pribumi. Berbahasa melayu tinggi seperti pujangga sehingga sulit dipahami. Emde menulis ulang sendiri dengan bahasa melayu rendah (dialek Surabaya). Mencetaknya dengan biaya sendiri.
Kelompok Emde sering menerima ejekan dari sesama warga GPI. Mereka dicap fanatik, orang kudus /saleh dari Surabaya. 1820 dipenjara beberapa minggu karena laporan dari pendeta GPI. Sampai akhir GPI menyadari niat baik Emde.
Von Faber menulis Emde salah satu warga yang luar biasa. Di hari kematiannya ada seribu lebih yang mengantar ke Makam Peneleh. Mereka menyebut Emde Santo dari Surabaya. Sama seperti temannya Kam. Pengikutnya menyebut Rasul Maluku.
H+36 PSBB.sby
Hadiyanto, bit.ly
embeumkm.com