gkjw.org -Allah Turut Bekerja, Menolong Para Wanita Menjadi Alat-Nya
2 – Refleksi Rumahan: Kenaikan Kucing ke Surga 2 – Refleksi Rumahan: Kenaikan Kucing ke Surga
3 – Menjadi Sahabat Allah 3 – Menjadi Sahabat Allah
BACAAN: Yesaya 44: 1-5; Ibrani 2: 1-9.
1. Salah satu versi “Kisah Penciptaan”; tapi tidak di Alkitab, bercerita demikian: Suatu kali setelah Sang Hyang Pencipta selesai menciptakan laki-laki, maka Tuhan istirahat. Tiba-tiba laki-laki ciptaan-Nya yang ada di hutan itu menghadap Dia, sambil berkata: “Tuhan, saya hidup sebatang-kara. Rasanya tidak enak hidup sendirian”. Begitulah kata si manusia lelaki ini. Tuhan menjawab: ”Emangnya kamu yakin ingin teman?”. Jawab lelaki: ”Iya Tuhan!”. “Baiklah”.
Ketika si manusia lelaki itu tidur di hutan. Diam-diam Tuhan mengambil materi ciptaan yang sudah ada diambil-Nya sebagian-sebagian: Diambillah sifat lembut dari sulur-sulur dahan pohon Anggur. Juga diramu dengan keindahan bulu-bulu Merak nan anggun. Demikian juga diambilnya sebagian kekerasan hati singa dan ketegaran hati harimau. Maka jadilah makhluk baru yang dinamai perempuan. Ketika lelaki dipanggil Sang Tuhan dan diberitahu bahwa dia telah punya pasangan. Tanpa banyak kata, dengan gembira digandengnyalah perempuan itu masuk ke tengah hutan.
Sekitar seminggu kemudian, lelaki itu mengadu kepada Tuhan, sambil membawa perempuan pasangannya itu ke hadapan-Nya. Lelaki itu berkata: “Tuhan, ternyata saya tidak mampu hidup bersama dia, perempuan ciptaanMu itu."Jawab Tuhan: ”Maksudmu?”, ”Yaaa, saya kembalikan saja pada-MU, karena dia cerewet, selalu merajuk!"begitu jawab si laki-laki.
“Baiklah “; jawab Sang Hyang Pencipta. Lelaki itu pun kembali masuk ke hutan, menjalani hari-hari sendirian seperti sebelumnya. Tapi, tak lama; tiga hari kemudian. Si Lelaki itu ke luar hutan lagi, menemui Sang Hyang Pencipta tadi sambil merangsek maju, ia pun berkata: "Tuhan, saya ingin agar Engkau mengembalikan perempuan itu kepadaku lagi !”. “Kenapa ?”; tanya Sang Tuhan. “Yaahhh, saya rindu senyum dan kerlingan matanya yang menawan. Saya suka bila dia berdandan. Saya rindu…”, begitu kata si lelaki tersebut. Sang Pencipta kemudian memberikan kembali perempuan pasangan si Lelaki tersebut.
Ketika angin sepoi-sepoi basa di siang yang teduh di bawah rerimbunan pohon. Sang Tuhan sedang santai bekerja membersihkan batang rotan. Tiba-tiba dari arah belakang Sang Hyang Pencipta itu, terdengar langkah dua manusia ciptaan-Nya itu; yang rupanya datang agak tergopoh-gopoh. Dan terdengar suara Lelaki: “Tuhan, saya tak bisa hidup dengan perempuan ciptaan-Mu ini !”. Sang Tuhan, seolah tanpa respon apa-apa dengan tanpa menoleh, tapi DIA menjawab perkataan lelaki itu dengan kalem, demikian: "BENAR SEKALI KATA-KATAMU ITU. Bahwa kamu tidak bisa hidup DENGAN DIA khan? Tapi Aku juga mengatakan bahwa kamu juga tak bisa hidup TANPA dia! Silahkan kembali hidup berdua di hutan sana". Demikianlah sahut Tuhan, sambil tetap membelakangi manusia dan terus bekerja (Seolah “Gak Ngreken" manusia).
2. Saudaraku kisah diatas hanyalah dongeng. Namun cukup menggambarkan persoalan pelik kehidupan antara manusia berdosa lelaki dan perempuan hingga di masa kini, ketika mereka memang tidak pernah (belum) menyadari, bahwa di satu sisi mereka adalah ciptaan yang dijuluki “Gambar Tuhan”, namun di sisi lain menunjuk kenyataan bahwa budaya kita manusia hingga era kita sekarang ini penuh dengan keberdosaan (Egoisme, ketidak-sempurnaan, saling mencari kesalahan dll.).
Puji syukur, bahwa Tuhan telah datang memerdekakan kita dari kuasa dosa melalui pengorbanan Tuhan Yesus. Yang kemudian berkat pengorbanan itu, kini tak ada lagi perbedaan (posisi) manusia; yang dahulu dalam budaya “Patriakhi” (Peran Lelaki sangat dominan); peran perempuan cenderung diremehkan. Demikian juga di dunia budaya sebaliknya “Matriakhi”. Barangkali perempuan didewakan (Mothertokos), yang mana lelaki harus tunduk pada perempuan. Jelas dipahami jikalau Tuhan Yesus sebetulnya telah merobohkan “tembok pemisah" perbedaan tajam yang menjadikan Lelaki dan Perempuan “saling menindas”. Dalam Tuhan Yesus semua didamaikan dengan diri-Nya. Sehingga Rasul Paulus ketika berbicara tentang “MANUSIA BARU" dalam Kristus, Paulus mengatakan: “Tak ada lagi perbedaan, apakah itu Orang Yunani ataupun Yahudi, bersunat maupun tak bersunat, Barbar maupun Skit, Budak maupun orang berdosa, Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu”… (Kolose 3: 11).
Ini berarti citra manusia dikembalikan lagi seperti Allah menciptakan awal kejadian dunia ini (Kejadian 1: 27). Kalaupun sekarang dunia kita berbeda (masih penuh keberdosaan), berarti proses hidup adalah menuju ke kesempurnaan dunia baru, lelaki maupun perempuan berjuang bersama untuk mewujudkan dunia baru menuju alam sorgawi yang kekal. Ini berarti selama hidup di bumi ini, seharusnya merupakan perjuangan bahu membahu antara lelaki dan perempuan, bukannya malah saling menjatuhkan dan melibas satu-sama lainnya.
Demikian juga dalam mewujudkan keluarga modern; keluarga Allah yang “egaliter" (emansipasipatoris). Karena di dalam Yesus Tuhan, tak ada lagi posisi “tinggi-rendah" apalagi saling “meremehkan”. Justru kini harus saling menghargai “martabat, keunikan masing-masing”. Kalaupun toh ada perbedaan fisik (tubuh, reproduksi, peran dll), justru itu dimaksudkan untuk saling melengkapi. Sehingga Rasul Paulus memakai istilah “Hupotaso”; υποτασσω; hal istri “tunduk" pada suami, sebagaimana jemaat Tunduk pada Kristus (Efesus 5: 22-33). Pengertian Tunduk tidak sama dengan TAKLUK seperti musuh kalah perang. Melainkan mirip tradisi jepang, jikalau ketemu sesama manusia, segera dengan cepat menunduk dengan hormat. Dalam artian suaminya memang hidup setia, cerminan Kristus, istri mendahului memberi hormat. Nah, karena suami pun sebagai manusia sama banyak kelemahannya, semestinya ia berlaku juga menghormati isteri-nya yang setia, bagai jemaat setia pada Kristus.
3. Betapa sejak era Israel dalam Kitab Perjanjian Lama, Tuhan sudah merancang kita sebagai umat yang diistimewakan buat penyelamatan alam semesta dengan cara hidup benar, termasuk dalam hidup berkeluarga. Pasti keluarga yang demikian bukan hanya diberkati (fisik saja) namun menjadi jalan berkat (utuh) bagi yang lain. Salah satunya bahwa Tuhan menghendaki kita serupa dengan Kristus. Kalaupun toh dalam kehidupan suami-isteri ada percekcokan. Hal itu bukan hanya soal mencari mana yang benar dan salah saja. Namun secara spiritual, apakah kita juga menjadikannya sebagai latihan menjaga “keseimbangan emosional, dengan memelihara kesehatan akal dan mental juga”?.
Ibarat seorang pesilat, dia tidak hanya berlatih pada dasar-dasar jurus silat yang terus-terusan sama saja. Namun, berlatih “ginkang" (peringan tubuh) selain juga “guakang" (tenaga dalam), dan mungkin juga tehnik-tehnik canggih lainnya menjadikan dia sebagai seorang ahli silat (pendekar). Demikianlah kita dalam hal hidup tata-rohani (iman). Kita musti bertumbuh dan beriman semakin dewasa (Bahasa Kitab Ibrani: “Siap makan makanan keras”; Ibrani 5: 11-12) . Tak hanya menonjolkan ‘BAPERAN’ (selalu bawa perasaan emosi negatip) seperti anak kecil yang belum dewasa. Sebaliknya, juga melatih berpikiran sehat (positif) yang seimbang dengan pengalaman rohani bersama tuntunan Roh Kudus dalam kontemplasi (doa-doa) kita (Gal. 5: 22). Menjadi serupa dengan Kristus; sebagaimana tanda salib, tidak kebetulan menjadi “ikon" Kristen. Bukankah itu tanda “penyangkalan diri" untuk merendahkan diri dihadapan semua orang?; sebagaimana suami terhadap istri dan sebaliknya. Bukan “menang-menangan" dalam relasi suami-istri, tapi “win-win solution", semua sama-sama menang di dalam Kristus !
4. Memang hingga masa kini (jaman now) pun masih sering kita dengar pola hidup bermasyarakat-pun masih banyak “bias gender" (peng-anak-tirian jenis kelamin). Dan umumnya perempuan-lah yang justru rentan untuk masalah ini. Andaikan ini benar, betapa lelaki juga perlu instropeksi (menyalibkan) diri. Jikalau yang terjadi suasana sebaliknya, maka perempuan-lah yang juga ganti ‘berintrospeksi’ (menyalibkan) diri.
Begitulah “lingkaran malaikat" yang mestinya terjadi, Bukan “lingkaran setan" yang terjadi. Karena di Era Perjanjian Lama, ditengah budaya (kultur) keberdosaan-pun Tuhan masih berkenan memakai manusia sebagai partner-karya-Nya di bumi manusia, bukan hanya figure pria. Semisal era Hakim-hakim. Di kala Israel butuh pemimpin, sementara TIDAK ADA SATU PRIA ISRAEL yang siap menjadi pemimpin yang perkasa. Tuhan-pun berkenan memakai Deborah, sebagai Hakim (Leader) bagi umat terkasih itu!. Cocog dengan arti Namanya: IBU dari ISRAEL (Hakim 5: 7). Dia-lah yang memback-up si Barak melawan tantara Kanaan (Sisera; Hakim-hakim pasal 4). Di Tangan Tuhan tak ada pria maupun perempuan. Siapa diperkenan, jadi !
5. Dalam hal berpacu dalam “saling memerdekakan pasangannya" inilah, pasti Tuhan akan menolong orang yang mau menolong dirinya sendiri. Dalam Kitab Ibrani 2: 1-9, gambaran teladan Tuhan Yesus yang merendahkan diri serendah-rendahnya menjadi seorang hamba, karena ketaatan-Nya kepada Bapa-Nya yang di sorga demi memenangkan manusia itu. Dilukiskan oleh Kitab Ibrani dengan kata-kata: “Sebetulnya siapakah manusia itu sehingga diindahkan-Nya? Tetapi, sedikit berada di bawah malaikat-malaikat, yang karena ketaatan-Nya itulah. Bapa di sorga mengangkat-nya menjadi Yang mulia, karena memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat (ayat 6-7).
Jangan lupa, bahwa tujuan hidup kita kini juga adalah menuju sorga yang baka (mulia). Di mana suasana sorgawi itu dilukiskan terang-benderang, tak butuh sinar cahaya matahari, karena semuanya bersinar terang akibat kemuliaan Illahi yang menerangi semuanya. Tentu tak ada lagi perbedaan “gender" (jenis kelamin) lelaki maupun perempuan (Wahyu 21: 23). Karena Tuhan telah semua menjadi diatas semuanya, siapa yang diperkenan Tuhan, pasti mulia.
Selamat membangun keluarga Indah dan bahagia. Tuhan menolong perempuan sebagai partner sejati-Nya; sebagai Sang Pemilik kehidupan alam semesta !.
Bulan keluarga GKJW Lawang; Medio Juli 2020
An. KPTJ GKJW Lawang; Pdt. Sistrianto
embeumkm.com