gkjw.org -Bacaan 1: Matius 9:35 s/d 10:8
Bacaan 2: Roma 5:1-8
2 – Iman Meneguhkan Taurat sebagai Firman Allah 2 – Iman Meneguhkan Taurat sebagai Firman Allah
3 – Bersabar Dalam Penderitaan 3 – Bersabar Dalam Penderitaan
Menjawab Panggilan Kristus dengan bersedia bekerja maksimal di ladang Anggur-Nya
1. Setelah Tuhan Yesus berhasil menyelesaikan tugas penyelamatan semesta melalui kematian dan kebangkitan-Nya, maka selanjutnya IA mengutus kita menjadi “pekerja di kebun anggur-Nya” (Mat. 9: 37- 38; Luk. 10: 2-3a). Saat masih berkarya sebagai manusia di tengah para murid- murid-Nya IA memproklamirkan bahwa bersamaan dengan IA berkarya, sejak saat itulah Pemerintahan Tuhan terjadi di bumi. Hal mana ditandai dengan pengusiran kekuatan Iblis, yang terkadang muncul dalam wujud manusia sakit yang IA sembuhkan, bahkan kerasukan dhemit (Legion; Markus 5: 15). Artinya ada kekuatan- kekuatan lain yang tak selalu kasat mata, merasuki manusia, sehingga ia bisa menjadi jahat. Namun Tuhan Yesus mengalahkannya. Dengan demikian IA me-“Raja” atas kekuatan jahat, dan menang !.
2. Jikalau kita sebagai orang tebusan-Nya, lantas dilibatkan ke dalam karya penghadiran berita kemenangan sorgawi atas iblis itu bagi semua orang. Makah hal ini mestinya kita Imani sebagai Anugerah. Bukan beban. Juga kita tidak mungkin mampu melaksanakan tugas sekalipun sebagai mitra Tuhan, dengan mengandalkan kekuatan kita sendiri. Karena kekuatan yang dihadapi orang beriman adalah kekuatan yang tak selalu kelihatan mata. Karena kita memang dilukiskan Tuhan bagaikan ‘Domba yang diutus ke tengah serigala’ (Luk. 10: 3; Mat. 10: 16) . Kekuatan domba yang lemah ini, ya semata haruslah mengandalkan kekutan Sang Pengutus-nya!. Dengan hidup kudus, setia dan taat mendengar tuntunan suara- pemilik DombaNya!. Dan karena itu, dalam peristiwa Pentakosta, Tuhan mengutus Roh- Kudus membersamai kita, agar kita dimampukan menjadi mitra Tuhan. Roh Tuhan yang dahulu di era Perjanjian Lama, hanya diberikan kepada orang tertentu saja; seperti : Hakim- hakim; Raja, Imam dan Nabi, serta tua- tua Israel era Musa. Namun di era Perjanjian Baru, dicurahkan kepada SEMUA MILIK-NYA (GEREJA). Hal ini beraarti : Tua -muda; besar- kecil…semua dipakai Tuhan menjadi sahabat (Mitra)-Nya (KISRAS. 2: 16- 21).
3. Pengalaman Gereja mula- mula dalam Kitab Kisah Para Rasul di pasal 5- 6. Bahwa di dalam gereja lama pun pernah ada juga ketidak-puasan pelayanan gerejawi. Salah satu sebab adalah jumlah Para Rasul yang terbatas (hanya 12 dengan jemaat sudah beranggotakan ribuan orang), dianggap HANYA konsentrasi pada pelayanan Kotbah dan Sakramen. Adapun persoalan diakonia (kesejahteraan social) warga jemaat, dirasa kurang mendapat perhatian. Mungkin seperti era sekarang. Jikalau di gereja pelayanannya hanya persoalan rohani, maka diakonia pasti kurang diperhatikan. Bahkan jika ada kegiatan gerejawi, ketika “yang rajin” dianggap ITU ITU SAJA atau dijuluki 4 L (“Lu lagi…lu lagi”…). Mungkin hal itu mestinya tak bisa yang disalahkan malahan yang rajin berkarya. Barangkali situasinya justru mirip seperti yang dialamai Gereja Perdana era para 12 Rasul Yesus. Bahwa yang SEMESTINYA yang disebut GEREJA itu ya semua orang (warga). Baik Tua- muda; besar maupun kecil, menjadi bagian dari aktivitas gerejawi. Demikian juga ketika jaman Para Rasul “PELAYANAN MEJA” (Diakonia) merasa kedodoran. Maka atas bimbingan Roh Kudus. Para Rasul lantas menunjuk 6 (Enam) anggota Majelis Jemaat (Tua- tua) pertama di dunia selain jabatan 12 Para Rasul itu, dipilih dari warga jemaat lainnya. Jadi, semua warga memang idealnya terlibat dan MAU MELIBATKAN DIRI. Sebab karunia Roh Kudus bukan hanya milik pendeta, penatua, diaken atau tertentu saja. Melainkan semua warga yang beriman dan setia, pastilah “Tinunggil dening Rohing Kayekten” (Artinya = Disertai oleh Roh Kebenaran). Dan tidak pilih- kasih! . Semua itu terjadi hanya dan hanya karena anugerah Tuhan. Jadi tidak bisa seseorang bisa “menyombongkan ke- akuannya”, atau sebaliknya. Suka mengadili kawannya, sementara dia sendiri tidak mau terlibat. (Dalam Bahasa jawa “joke”nya disebut dengan istilah “Seksi pamaido”. Semua yang ‘diluar’ dirinya serba salah dan dikritik. Tapi dia sendiri tak mau dikritik. Menggunakan standart ganda). Bergereja yang demikian belum sempurna di hadapan Sang Kepala Gereja.
4. Bagaimana agar Gereja kita BUKAN HANYA DIBERKATI TUHAN, namun juga MENJADI BERKAT BAGI SESAMA adalah, mari kita memberi yang terbaik untuk Tuhan, dengan dimulai dari karya diri kita sendiri saja. Tak usah selalu menilai kejelekan yang lain. Bukankah hidup kita sudah diselamatkan oleh penebusan Kristus. Akibat penebusan itu kita diselamatkan. Hal ini bagaikan sebuah kapal di lautan bergelora yang hendak berlabuh di dermaga. Kapal laut tersebut takkan bisa masuk ke dermaga, jika pemilik dermaga tidak mengijinkan dan pintu gerbangnya (Gate) tidak dibukakan alias tertutup. Demikianlah pintu sorgawi takkan bisa dibuka jikalau bukan karena “materai” darah Tuhan Yesus yang tersalib (Wahyu 5:9-10; 6:1 dst). Sehingga di Kitab Roma 5 : 1- 2, Rasul Paulus mengatakan, karena darah Kristus kita mendapat PEMBENARAN DARI ALLAH. Sehingga manusia berdosa seperti kita ini layak diampuni, jika kita selalu hidup dalam Kristus. Akibat kemenangan Tuhan Yesus, kita mendapat akses masuk ke sorga (Dlm Bhs. Yunani :”Prosagoge”; προσαγωγη).
5. Dalam pengalaman orang beriman di era PL, semisal keluarga Bapak Abraham dengan Ibu Sarah yang dikisahkan sudah tua, tapi dijanjikan Tuhan melalui malaikat-Nya Sara segra mengandung. Sarah tak begitu saja yakin akan janji Tuhan seperti suaminya, sehingga ia tertawa. Namun, kenyataan terjadi, janji Tuhan benar. Tapi terlepas dari “kelemahan Ibu Sarah” tadi, saat tiga malaikat berkunjung ke rumah mereka. Bu Sarah dengan pak Abraham, mereka menjamu malaikat dengan memberikan penghormatan bagaikan “raja” saja tamu-nya (Kej. 18 : 1-15). Namun, Sang Tamu memang “presentasi” Maharaja sorgawi. Nah…akhirnya mereka (Keluarga Abraham) diberkati dengan kehormatan dan Damai sejahtera. Bagaimana dengan kita ??. Sudahkan kita memberikan yang terbaik melalui talenta anugerah-Nya bagi setiap insan. Apakah kita sudah menyampaikan dengan sukacita bahkan semaksimal tenaga- pikiran dan karunia- karunia rohani lainnya ?.
Selamat menjadi pekerja-Nya, yang secara metaforis, dunia dimana kita mewartakan Injil sukacita itu bukan hanya bak padang dengan serigala-serigala yang menakutkan. Namun juga “ladang- ladang Anggur yang siap dipetik (dipanen)”. Berarti dunia yang indah juga. Mengapa kita masih “mengeraskan hati” (bhs. Jawa= semoyo ???).
KPTJ. GKJW. LAWANG.
Pdt. Sistrianto